Monday, September 05, 2011

Pemda Bandung Tidak Perlu Malu Belajar ke Kota-kota di Jawa Tengah

Mudik Lebaran 2011 Jakarta-Solo atau Bandung-Solo dengan menggunakan kendaraan darat memberi kesan yang sama dari tahun ke tahun. Bukan kepadatan arus kendaraan di sepanjang jalan. Bukan pula tetap tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas selama arus mudik. Melainkan perbedaan kontras tata kelola jalan-jalan di kota-kota di Jawa Tengah yang saya lewati dibandingkan dengan kota kelahiran saya, Bandung...
Boleh dibilang, jika kita menutup mata sepanjang perjalanan maka kita akan mengetahui tengah berada di mana saat itu hanya dengan merasakan kemulusan laju roda kendaraan. Jika kendaraan berjalan tidak nyaman, bahkan banyak sekali mengalami guncangan keras, bisa dipastikan kita masih berada di area Jawa Barat. Namun jika mulai terasa mulus dan jarang terjadi guncangan meski dengan kecepatan tinggi, bisa dipastikan kita sudah memasuki kawasan Jawa Tengah.
Analogi tsb agak terasa lebay memang. Namun demikian kenyataannya. Mulai dari dalam Kota Bandung, misalnya di Jalan Laswi (sebagaimana dimuat di foto lampiran artikel opini ini) kita dipaksa menikmati ayunan kendaraan akibat jalanan bergelombang. Beberapa ruas jalan bahkan berlobang hingga ukuran sejengkal. Bisa dibayangkan bagaimana jika keadaan hujan.
Lain dengan di Jawa Tengah. Di Solo dan kota-kota sekitarnya (Boyolali, Karanganyar, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri) jalanan mulus bahkan hingga ke pelosok desa.
Perjalanan penulis dari Kota Surakarta ke desa Gagak Sipat di Kabupaten Boyolali melewati jalan besar maupun keci;l yang rata, mulus lus...
Hal ini menimbulkan kesan ada perbedaan tabiat Pemerintah Daerah di dua lokasi berbeda. Jika di Jawa Tengah Pemerintah Daerahnya cukup komit dalam menyediakan fasilitas umum yang menjadi uratnadi kegiatan warga, di Jawa Barat sebaliknya. Pemda tampak malah kebingungan jika ditanya kenapa jalanan rusak dibiarkan bertahun-tahun.
Padahal, jika dibandingkan antara kota-kota di Jawa Barat dengan di Jawa Tengah tidak terlalu jauh. Beberapa kota di Jawa Tengah bahkan jauh di bawah kota-kota di Jawa Barat dalam hal kesejahteraan masyarakat dan PAD-nya...
Kodya Bandung, misalnya, dengan PAD 2010 sebesar Rp291 milyar, di atas PAD Solo sebesar Rp146 milyar atau PAD Boyolali yang "hanya" Rp80 milyar pada periode yang sama. Saudara sesusunya, Kabupaten Bandung, dengan PAD Rp165,2 milyar pada 2010 malah kondisi jalanannya lebih buruk lagi.
Anda yang pernah menyusuri ruas jalan Rancaekek-Majalaya dua atau tiga tahun lalu akan menyaksikan pemandangan yang sama di sana: Jalanan rusak parah, jika musim kering debu menyesakkan dada. Jika musim hujan lobang sedalam rata-rata sejengkal mirip kubangan kerbau menjadi jebakan maut bagi siapa pun yang lewat sana. Padahal, ruas jalan tersebut menjdi urat nadi perekonomian warga Bandung. Maklum, di Majalaya saja banyak terdapat pabrik dan sekolah. Demikian pula di Rancaekek.
Cukup jelas buat kita, visi dan kemauan untuk mewujudkan masyarakat sejahtera tampaknya sesuatu yang asing di dalam benak Pemerintah daerah Bandung, Kota maupun Kabupaten...
Sebetulnya, kalau Pemerintah Daerah dua kota itu saja (sebagai representasi kota-kota lain di Jawa Barat) bersedia belajar ke kota-kota tetangga di Jawa Tengah, semisal Solo atau Boyolali, lantas mencontohnya (tidak usah malu meniru hal yang baik), bisa saja warga Bandung akan lebih terbantu. Tidak seperti sekarang, warga Bandung dibiarkan berjuang sendiri memilih mana jalan yang masih bisa dilewati tapak ban kendaraan dan mana yang membahayakan...Bukankah seperti warga negara di kota lainnya, warga Bandung pun dikenai pajak ini itu oleh Pemerintah? Sekadar makan di pinggir jalan pun terkenda pajak. Apalagi pemilik kendaraan, setiap tahun kan mesti membayar pajak...Tidak adil jika sekadar melewati jalan raya mesti berakrobat menghindar jalanan yang bolong di sana-sini bahkan sepanjang tahun!!!
hiks

No comments: