Wednesday, November 30, 2005

DeFida: Mafia Peradilan Tetap Segelap Malam

LAGI, pengungkap kasus bobroknya dunia peradilan mendapat serangan balik. Setelah Endin dan Khairiansyah, kini Probosutedjo yang mendapat balasan telak dari korps hakim yang merasa gerah atas terungkapnya kasus suap hakim agung di Mahkamah Agung (MA). Di luar kebiasaan proses perkara di MA yang biasanya berlarut-larut, Probosutedjo langsung mendapat vonis empat tahun penjara dalam kasus korupsi.
Menurut DeFida, apa yang dialami Probo (terlepas dari perilaku adik tiri mantan Presiden Soeharto ini yang memang serakah dan tidak mampu menjelaskan dari mana kekayaannya) merupakan cermin betapa rapat dan kompaknya barisan Mafia Peradilan di negeri ini. Selama ini orang mafhum, Polisi, Jaksa, Hakim, hingga Pengacara banyak yang belepotan dengan suap dan KKN. Akan tetapi karena solid dan rapatnya barisan mereka semua itu hanya beredar di tataran bisik-bisik. Kalaupun ada yang berani mengungkapnya, biasanya akan berakhir pahit bagi si pengungkap. Kalau tidak dituding mencemarkan nama baik, ya harus mendekam di balik jeruji besi seperti Probo.
DeFida awam soal hukum, tetapi bisa menafsirkan apa yang terjadi adalah cermin betapa upaya membersihkan dunia peradilan dari mafia tetap tinggal mimpi di atas mimpi. Karena para pemain utamanya memiliki sikap yang sama kompaknya dan saling membela jika ada yang berani mengungkapnya. Alhasil, Quo Vadis dunia peradilan Indonesia? Au ah gelap!!!

DeFida
Jakarta 29 Nov 05

Tuesday, November 15, 2005

Kasus Suap Hakim Agung Cermin Dunia Peradilan Kita

BICARA carut marut dunia peradilan kita sungguh tidak terlalu sulit. Tengok saja perkembangan kasus dugaan suap Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan dan dua hakim agung lain dalam perkara yang melibatkan Probosutedjo, pengusaha klien penganut ersatz capitalism yang termasuk kroni terdekat Soeharto.
Ibarat ikan, kalau kepalanya busuk maka bagian lain, termasuk badan dan ekor pun pastilah busuk pula. Demikian yang terjadi dengan dunia peradilan Indonesia. Bagaimana mau berharap kepolisian, pejaksaan, pengadilan, pengacara bersih sementara institusi tertinggi mereka yang ingin mengecap keadilan di negeri ini justru belepotan dengan kasus korupsi.
Sejatinya kasus suap di MA baru sebatas dugaan, yang telah menjadi tersangka baru si penyuap, yakni Harini sang pengacara Probosutedjo yang notabene mantan hakim agung juga. Kasus bergulir dalam penanganan KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Logikanya sederhana, anak SD pun tidak akan kesulitan memahaminya: kalau ada yang jadi tersangka menyuap, pasti ada pula tersangka yang disuap. Masalahnya, yang disuap ya para juragan keadilan yang bercokol di MA alias Bagir Manan cs. Sudikah Bagir Manan dan anak buahnya rela diperiksa KPK guna membuktikan dirinya dan lembaga yang dipimpinnya memang bersih dari korupsi? Sebetulnya jawabannya belum jelas. Akan tetapi naga-naganya sang juragan MA belum siap beradu argumen dengan KPK soal dugaan suap. Buktinya, alih-alih memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa, Bagir malah mengumpulkan para sekondannya di MA, dan memutuskan menolak memenuhi panggilan KPK dengan alasan apa yang akan ditanyakan KPK belum jelas. Tidak hanya itu, naluri primitif "esprit de corp" pun mewujud melalui lontaran pernyataan sesama hakim yang tergabung dalam wadah Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia), bahwa KPK tidak berhak memeriksa hakim agung di MA. Ulah KPK, kata Ikahi, merongrong kewibawaan MA. padahal, MA adalah lembaga sakral yang tidak mungkin melakukan perbuatan tercela. Makanya Ikahi menolak KPK memeriksan para hakim agung di MA.
Coba, kalau hal ini dianggap sebagai kebenaran, akan jadi apa nasib upaya penegakkan hukum di Indonesia sementara lembaga yang mestinya berada di garda depan dalam upaya penegakkan keadilan dan pemberantasan korupsi justru kesulitan mencari jurus berkelit dari dugaan kasus suap yang menderanya.
Ini baru sebatas MA, bagaimana kalau kita kupas sepak terjang Kepolisian? Bagaimana pula kalau KPK menyisir praktik kotor para jaksa di Kejaksaan?
Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, pasti jawabannya hanya gelengan kepala tanda tidak mengerti. Alhasil, sungguh bukan perkara mudah menegakkan hukum dan keadilan di sini. Karena ya inilah Indonesia, negeri serba ajaib (the impossible country).
***
Abah ef 15 Nov'05