Wednesday, July 16, 2008

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Berani?

Dilema perempuan yang memilih berkarir sebagai ibu rumah tangga atau di luar rumah selalu saja aktual. Sahabat bernama Bayu "Gaw" Gawtama, CEO School of Life - SOL) berbagi cerita dengan kita di sini, tentang perempuan yang memilih meninggalkan karir cemerlang di sebuah perusahaan karena ingin bekerja "full-time" sebagi ibu rumahtangga di rumah...
Pengunjung Warung-Abah yang baik hati, selamat menikmati "olah kata" Gaw berikut ini...

***

Seorang sahabat mengungkapkan rencananya untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat kerjanya. Ia merasa tidak takut meninggalkan karirnya yang sudah belasan tahun dirintisnya dari bawah. “sayang juga sebenarnya, dan ini merupakan pilihan yang berat, terlebih ketika saya merasa sudah berada di puncak karir,” ujarnya.

Lalu kemana setelah resign? “yang ada di pikiran saya saat ini hanya satu, menjadi ibu rumah tangga. Sudah terlalu lama saya meninggalkan anak-anak di rumah tanpa bimbingan maksimal dari ibunya. Saya sering terlalu lelah untuk memberi pelayanan terbaik untuk suami. Bahkan sebagai bagian dari masyarakat, saya sangat sibuk sehingga hanya sedikit waktu untuk bersosialisasi dengan tetangga dan warga sekitar”

Tapi, ibu nampaknya masih ragu? “bukan ragu. Saya hanya perlu menata mental sebelum benar-benar mengambil langkah ini”.
“Rasanya masih malu jika suatu saat bertemu dengan teman-teman sejawat atau rekan bisnis. Saya belum menemukan jawaban yang pas saat mereka bertanya, “sekarang Anda cuma jadi ibu rumah tangga?”

Saya tersenyum mendengarnya, mencoba memahami kesesakan benaknya saat itu. Teringat saya dengan seorang sahabat lama yang saat di sebuah forum wanita karir di Jerman lantang menjawab, “profesi saya ibu rumah tangga, jika diantara para hadirin ada yang mengatakan bahwa ibu rumah tangga bukan profesi, saya bisa menjelaskan secara panjang lebar betapa mulianya profesi saya ini dan tidak cukup waktu satu hari untuk menjelaskannya”.

Luar biasa. Sekali lagi luar biasa. Saya harus hadiahkan acungan jempol melebihi dari yang saya miliki untuk sahabat yang satu ini. Saya tuturkan kisah ini kepada sahabat yang sedang menata hati meyakinkan diri untuk benar-benar menjadi ibu rumah tangga, bahwa ia takkan pernah menyesali pilihannya itu. Kelak ia akan menyadari bahwa langkahnya itu adalah keputusan terbaik yang pernah ia tetapkan seumur hidupnya.
Naluri setiap wanita adalah menjadi ibu. Adakah wanita yang benar-benar tak pernah ingin menjadi ibu?
Percayalah, pada fitrahnya wanita akan lebih senang memilih berada di rumah mendampingi perkembangan putra-putrinya dari waktu ke waktu. Menjadi yang pertama melihat si kecil berdiri dan menjejakkan langkah pertamanya.
Ia tak ingin anaknya lebih dulu bisa berucap “mbak” atau “bibi” ketimbang ucapan “mama”. Tak satupun ibu yang tak terenyuh ketika putra yang dilahirkan dari rahimnya lebih memilih pelukan baby sitter saat menangis mencari kehangatan.
Ibulah yang paling mengerti memberikan yang terbaik untuk anaknya, karena ia yang tak henti mendekapnya selama dalam masa kandungan. Sebagian darahnya mengalir di tubuh anaknya. Ia pula yang merasakan perih yang tak tertahankan ketika melahirkan anaknya, saat itulah kembang cinta tengah merekah dan binar mata ibu menyiratkan kata, “ini ibu nak, malaikat yang kan selalu menyertaimu”.

Cintapun terus mengalir bersama air kehidupan dari dada sang ibu, serta belai lembut dan kecupan kasih sayang yang sedetik pun takkan pernah terlewatkan.
Ibu akan menjadi apapun yang dikehendaki. Pemberi asupan gizi, pencuci pakaian, tukang masak terhebat, perawat di kala sakit, penjaga malam yang siap siaga, atau pendongeng yang lucu. Kadang berperan sebagai guru, kadang kala jadi pembantu. Jadi apapun ibu, semuanya dilakukan tanpa bayaran sepeserpun alias gratis.
Sahabat, bukan malu atau bingung saat harus berhadapan dengan rekan bisnis. Katakan dengan bangga baru sebagai ibu rumah tangga. Sebab sesungguhnya, mereka pun sangat ingin mengikuti jejak sahabat, hanya saja mereka belum mengambil keputusan seperti sahabat. Tersenyumlah karena anak-anak pun bangga dengan langkah terbaik ibunya. –Gaw, 2008-

Thursday, July 03, 2008

Nah, ini dia...

Kea'zia Yasmina Frida
Dik Frida, kami memanggilnya. Sebetulnya setelah adiknya, Rayya Aisha lahir dia ingin dipanggil Teh Frida. Kok nggak dipanggil mbak Frida?

"Males ah, enakkan teh Frida aja," tegasnya.

Frida lahir di Jakarta 7 November 2001. Entah karena kesamaan bulan lahir --November--atau karena memang sudah satu sifat anak dan bapak (like father like daughter), Frida dan sang abah memiliki beberapa kemiripan baik sifat maupun selera .

Frida Senang musik, abahnya juga. Nasyid suka, musik pop jadul juga oke. Dik Frida mudah "pundung" (ngambek), abahnya juga mutungan. Dik Frida sayang sama Umminya, abahnya juga (oooppss...jangan ge-er dulu ya Ummi Nur)


Frida juga suka menari. Abahnya suka joget ala pendekar mabuk (drunken master). Kalau di rumah, kami bisa berlama-lama lenggak-lenggok menari dengan gaya aneh sekenanya diiringi musik dari MP3 player. Tarian kami bebas 'aja. Kadang gaya 'mencuci baju', kadang meniru Kadir lengkap dengan aksi "merem-melek", atau adegan 'mencangkul di sawah'...Pokoknya seru dan bikin capek deh! Dan yang terpenting, jangan ada yang melihat, karena ini tarian khusus kami sekeluarga...Orang lain, punten, tidak boleh tahu kami joget... Yang jelas, kami belum berhenti berjoget kalau UmmiNur belum tertawa...

Oya, sebelum dik Rayya lahir, dik Frida punya pipi tembem, ketembeman pipinya dibanding pa***t bedanya tipis. Makanya abah suka tanya sama dik Frida, "dik, ini pipi apa pa***t?" Wak..kak..kak...Habis itu mendarat deh ini muka di pipinya yang mentul-mentul... mmuah kenceng sampai adik nangis bombay...

Sayangnya, belakangan batuk-batuk dik Frida kembali kumat. Selera makannya menurun drastis. Makan agak banyak langsung mual dan muntah. Jadinya dik Frida mirip burung Kutilang (kurus, tinggi, langsing). Padahal, Umminya malah tambah melaaar ke samping... wak..kak..kak... maaf ya mi, abah kan ngga bilang Ummi gendut, cuma melebar ke samping... he..he...

Jujur saja, dik Frida punya raut wajah manis. Malah kalau berjilbab dik Frida juga jauh lebih cantik, ngga cuma manis... (Deu...namanya juga anaknya, siapa lagi yang memuji kalau bukan abahnya.. tul ga sodara-sodara?). Lha, tapi Frida juga pede abis. Coba aja tanya, apa adik cantik? Pasti jawabannya "cantik...!"

Dik Frida atau Teh Frida juga cerdas. Meski masih agak-agak lugu khas balita, di kelas termasuk cukup menonjol prestasi belajarnya. Kenaikan kelas kemarin raportnya bagus, dapat ranking ke-3. Yah, turun sih, semester awal rankingnya ke-2, tapi lumayan lah.

"Daripada ranking lima atau bahkan sepuluh, masih mending ranking tiga kan bah?" kata Frida ngeles.
Benar juga sih dik. Lagi pula, ranking tiga bukan hal buruk. Insya Allah, jika belajarnya lebih giat lagi ranking pertama pun bukan hal sulit buat adik cantik. Nanti kalau kelas dua nilai raport dan rankingnya lebih bagus lagi ya.. Tambah rajin belajar, ngocolnya dikurangi, jangan keseringan main Barbie... Abah sayang banget sama adik...I Love You....
mmmmmuuaaaachhhh...
Haidar Zein
Nah, kalau yang ini tentang kakaknya dik Frida, namanya Haidar Zein. Gayanya kalau di rumah paling kalem (woalah...tambah gede tuh hidung dibilang kalem... Maksudnya Kayak Lembu Mrongos ngos Aa...). Apalagi kalau pas ada film CARS di Astro TV. Dijamin si Aa jadi anteng, camilan pasti ludes. Remote control juga sudah pasti tambah basah diemut habis..wak..kak...kak...

Berbeda dengan adiknya, Haidar atau biasa disapa Aa Zen, tidak begitu suka berbasa-basi. Perhatiannya pada segala jenis mobil sangat besar. Maunya hapal semua merek mobil. Mainan pun kebanyakan mobil-mobilan...Mulai yang warnanya kinclong kayak McQueen hingga yang bulukan dan berkarat kayak si Tow Matter dan mobil karatan gerombolan mobil Rusteeze...he..he...(btw, kenal nama-nama tsb kan? Itu tuh, tokoh-tokoh di film the CARS produksi PIXAR-Disney).

Alhamdulillah, Aa Zen juga termasuk pandai di sekolahnya. Meski seperti dik Frida, ranking Aa pas kenaikan kelas juga melorot ke urutan 4 dari ranking 3 di semester awal. Tapi tidak perlu berkecil hati lah yaw. Aa sebetulnya pintar. Namun penyakit bengong dan ngowohnya itu lho yang mesti dikurangi...

Aa Zein agak acuh tak acuh. Jangan pernah bertanya dua kali untuk hal yang sama kepada Aa Zein. Bisa dicuekin 'abis... Meski begitu, Aa sangat sayang sama kedua adiknya. Yah, kalau soal usil sama adiknya itu mah biasa. "Asal jangan keseringan aja ya A...bisa rame atuh..."

Haidar termasuk anak tipe "fast learner", diajari apa aja cepat mengerti. Andai sifat cueknya dikurangi, bisa jadi dia akan selalu ranking pertama di kelasnya. Beneran loh, kagak nyombong..


Dia juga suka sekali main game, baik di komputer atau laptop maupun di gamewatch dua puluh rebu perak yang dibeli di warung Abah Aen (ini bukan Abah Epoy, sama-sama panggilannya abah, tapi beda banget). Dalam hal ini si abah agak segan mengenalkan Aa dengan Playstation. Bisa addict, 'ngeri deh...ntar si abah tambah dicuekin kalau Aa sudah kecanduan PS...

Nah, kalau di bawah ini foto Rayya Aisha di usia enam bulan. Dik Aya, ini panggilan sayang kami di rumah, lahir 24 Desember 2007. Subhannallah...semakin hari Aya semakin lucu aja. Ketawanya, ulahnya kalau lagi ngangkat kaki berulang ulang, atau gayanya pas berguling cepat... membuat kami betah berlama-lama di dekat dik Aya...

Tapi kalau punya buku bagus jangan dekat-dekat dik Aya. Sebab si bungsu ini punya kebiasaan buruk ngemut buku atau apa saja sampai meleleh basah...Selebihnya hanya lucu dan kocak yang kami temui pada diri dik Aya...

Dulu kalau lagi bete di rumah, paling muring-muring, atau pergi naik motor cari makanan ringan. Belakangan, kalau lagi jengkel si abah sudah punya solusi. Main saja sama Aya, tatap ekspresi wajahnya yang lucu. Dijamin kemarahan mereda.

Ya Allah, ya Rabb...limpahkanlah keberkahan kepada keluarga kami. Jadikan kami orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat dari-Mu. Tempatkanlah kami bersama orang-orang yang senantiasa tawakal di jalan yang engkau ridhoi...
amiin...