Monday, December 03, 2007

Duh, panasnya bukan dimain...

Begitu kira-kira lontaran yang kerap kita dengar akhir-akhir ini. Selain macet, banjir, apa-apa mahal, orang banyak bicara soal udara yang kian panas meski hari masih pagi.

Ya, memang benar belakangan suhu udara sangat berbeda dengan keadaan dua tiga tahun terakhir. Kalau dulu pagi hari jam 10-an sinar matahari masih kita anggap sebagai vitamin D, terpaan sinar matahari memang terasa hangat.

Yang punya bayi pun menjalani "tradisi" menjemur si mungil karena selain hangat juga berharap dilimpahi vitamin D. Namun sekarang baru jam 7.30 saja kulit rasanya sudah tersengat kepanasan. Jangankan bayi, orang dewasa saja tidak akan tahan berlama-lama berjemur.

Tentu perubahan iklim ini bukan tidak ada penjelasannya. Kalau kita rajin menyimak isi media massa, orang sekarang memang sedang ramai membahas isu pemanasan global atawa "global warming".

Konon kata para ahli, karena penggunaan materi kimia yang berlebihan, dengan konsumsi bahan bakar fosil yang mencapai taraf akut, membuat permukaan atmosfir bumi terkoyak di sana-sini. Akibatnya ya itu tadi, bumi dan seisinya berkelojotan mandi keringat akibat panas langsung sinar matahari.

Negara-negara maju macam Amerika Serikat terhitung paling banyak menyumbang karbondioksida akibat konsumsi energi yang sangat tinggi. Parahnya lagi, justru mereka emoh meratifikasi protokol Kyoto (protokol yang berisi komitmen mengurangi efek rumah kaca demi meredam global warmig).

Bagaimana dengan negara terbelakang macam Indonesia?

Sami mawon. Selain penggunaan BBM untuk hal tidak produktif macam kemacetan di Jakarta setiap hari, Indonesia juga getol memproduksi karbondioksida dengan cara membakar hutan di Kalimantan dan Sumatera. Terus bagaimana dong solusinya?

Katanya sih sederhana. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari sekarang "global warming" mesti diperlambat kalau tidak bisa dihentikan. Caranya ya dengan aktif mengurangi penggunaan materi yang proses produksinya memerlukan pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi).

Kalau minum dan makan di restoran, misalnya, hindari yang menggunakan cangkir atau piring plastik sekali pakai. Sebab benda-benda itu dibuat dalam jumlah banyak pasti menyedot energi fosil yang banyak pula. Belum kalau mau didaur ulang nantinya juga akan memerlukan energi lagi. Akibatnya stok oksigen di udara tergerus, lapisan ozon pun menipis bahkan berlubang. Kalau sudah begini, jangan marah jika sinar matahari terasa jauh lebih menyengat. Makanya jangan diketawain kalau sekarang ada yang mengimbau minum kopi di Starbuck atau makan ayam goreng di Mc Donald sebaiknya membawa cangkir atau piring sendiri dari rumah.

Katanya nih, daripada berharap orang atau negara lain mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, mending mulai dari diri sendiri. Mari Selamatkan bumi kita dengan mengurangi efek pemanasan global. Jangan sampai "global warming" menjadi "global burning".

How come? Ya silakan dipikir sendiri...

No comments: