Tuesday, November 09, 2010

Milad. Demikian terminologi dalam bahasa Arab yang menggambarkan pertambahan usia baik manusia maupun lembaga. Kata-kata milad ini yang hari ini memenuhi mailbox saya baik yang di handset, yahoo.com, maupun di mailbox jatah kantor...Sebagian lagi ucapan selamat hari jadi dikirim dalam bahasa Indonesia, Selamat Ulangtahun. Sebagian lagi dalam bahasa jawa, sunda, dan Inggris...Tidak ada yang dalam bahasa Urdu atau bahasa isyarat (ya iyalah bah...gimana pula si abah ini...). Ada yg kirim doa, ada yg nunggu ditraktor eh ditraktir...ada pula yg tanya mau dikirim bunga (nah yg ini karangan belaka pembaca semua, mana ada yg romantis begini sama si abah..he..he..bunga bank kalee...).

Semuanya mengharukan. Semua menyiratkan perhatian baik besar, sedang, maupun kecil. Semua sangat bernilai. Sahabat, teman, saudara, masih mengingat si abah yang semakin berumur namun masih jauh dari bijak ini.

Termasuk teman-teman PT E tempat di mana si abah sekarang mencari nafkah (duh, mencari nafkah nih bah...emang dulu hilangnya di mana tuh si mbak Nafkah sampe dicari-cari ke Rancaekek segala...).

Terima kasih my lovely team HRS PT E (males sebetulnya nyebut PT E, yang pas kan BU E, kalo PT kan badan hukum, ya namanya mesti sesuai yg tertera di akta...mana ada nama PT E di akta)...Tidak menyangka, kata UmmiNur di rumah juga pas dikabari soal ini, baru dua bulan sudah dapat kiriman kue tart...Lha, itulah hebatnya di sini mi...
Suasana kekeluargaan benar2 terelaborasi dalam keseharian...(duh, elaborasi tuh apaan sih bah, pake bahasa yg sederhana emang kenapa siy...). Kendati didera "batuk bangkong" sejak dua hari lalu (abah ini aya-aya wae, nggak batuk aja kodok udah brisik, apalagi kalo batuk bah pasti rame ya), rasa senang dan bahagia (joy, not just happy) mendapat perhatian teman2 semua sungguh sangat mengesankan.

Terima kasih sahabat, terutama di PT E (lagi-lagi PT E, BU E kan bah)...semoga kita semua dapat selalu melewati segala sesuatu dalam suasana yang lebih baik...lepas dari perasaan penuh RO (rindu order).

Memang, sejatinya apa yang saya rasakan sekarang bukan perkara mudah. Di tengah deraan bencana banjir di Wasior, tsunami di Mentawai, serta belitan "wedhus gembel" dari letusan Merapi di DIY, menurut saya bukan perkara mudah untuk bersukacita di tengah penderitaan. Bersukacita disini bukan berarti tertawa terbahak-bahak, tidak menangis pada waktu masalah datang. Bersukacita disini dilihat dari kata bahasa Inggrisnya adalah JOY bukan Happy.
Kata ahli bahasa sih ada perbedaan antara JOY dan Happy. JOY adalah satu keadaan di mana seseorang masih bisa berbahagia dan bersukacita dalam menghadapi masalah bukan bersukacita pada saat tidak ada masalah/ saat mendapatkan hadiah atau keberhasilan. Dalam segala keadaan sakit atau sehat, gembira atau sedih, sukses atau gagal, bisa bersukacita dalam syukur dan tawakal kepada Allah SWT. Sedangkan Happy adalah satu keadaan di mana seseorang merasa bahagia dalam saat-saat bahagia tertentu misalnya saat ultah mendapat hadiah, saat berhasil, atau naik pangkat dan lainnya. Kendati sedang milad eh ultah, hari ini saya lebih suka mengenakan atribut joy, dalam artian keadaan serba penuh duka akibat bencana tidak ingin membuat saya melupakan rasa syukur mendapat berkah usia.

Perhatian sahabat, sejawat, semoga dapat menjadi suluh bagi perjalanan saya menuju keadaan di mana tidak ada lagi rasa gelisah dalam menghadapi persoalan hidup.

Terakhir, pepatah barat mengatakan; "usia itu sekadar deretan angka, merasa muda itu selamanya..."

Alhamdulillah, syungguh besar nikmatMu ya Rabb...jadikanlah hamba sebagai mahlukMU yang pandai bersykur...amiin

***
BU E, 9 Nov'2010

Meratapi Bandung Kini

Bandung dulu pernah dijuluki Kota Kembang. Selain mengandung makna kiasan kembang sebagai perempuan cantik, Kota kembang disebut-sebut menggambarkan keasrian kota ini dalam hal tata kota yang rapi dengan kembang di sana sini.
Ada pula yang menyebutnya dengan Parijs an java. Bukan karena di kota ini berdiri replika menara Eifel, melainkan karena penampilannya yang angat dan asri mirip Kota Paris di Prancis sana.
Itu dulu. Bandung kini jauh dari kesan asri. Selain jalanan sempit yang dijejali deretan toko pakaian dan makanan, kemacetan telah menjadi ciri khas lain kota Bandung. Pejalan kaki, mobil pribadi, angkot dan taksi, serta pedagang kakilima setiap hari saling berebut sepenggal tempat di jalanan.
Di akhir pekan ribuan mobil tumpah ruah memadati jalanan yang sudah sumpek. Tidak semua pengendara mobil pribadi di akhir pekan itu beradab. Sebagian di antaranya suka saling serobot. Ada pula yang leluasa membuang sampah di jalanan...
Di saat hujan mengguyur Bandung benar-benar menjadi Lautan Air. Ini tampak di hampir seluruh pelosok Bandung. Di Pusat maupun area pinggiran sama saja.
Memang, bukan perkara mudah mengelola Kota sebesar Bandung. Namun sudah pada tempatnya jika warga Bandung menuntut keseriusan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam membenahi Kota tempat Konferensi Negara-negara se-Asia dan Afrika berlangsung ini.

Back to Bandung euy!
Perjalanan nasib membawa saya kembali mendekati Bandung. Sebagai warga yang terlahir di kawasan kumuh jalan Pasundan Bandung 41 tahun lalu, cukup lama saya meninggalkan Kota penuh kenangan ini. Selepas lulus SMPN 14 Bandung dulu saya "disumputkeun" ka Garut. Dari Garut sekolah berlanjut ke Solo, jawa Tengah. Sehabis itu mengadu nasib ke Bali, dan berlanjut mencari sesuap nasi di Ibukota.
Sumpek dengan kehidupan kota Batavia, perjalanan nasib membawa bekera di pinggiran dekat Bandung, tepatnya di Rancaekek. Sebuah kawasan antara Bandung-Garut yang bisa memberikan gambaran seutuhnya tentang Bandung kini: jalanan macet karena kakilima, banjir, angkot ngetem, kendaraan melawan arus, lengkap dengan para petugas polisi yang tampak sigap kalau menggelar operasi lalu lintas Namun acuh beibeh pada kesehariannya...
Tidak bijak rasanya berharap Bandung era 80-an. Ketika jalanan masih asri meski mulai dikepung para pedagang kakilima. Namun waktu itu kendaraan di jalanan belumlag sepadat sekarang. Paling tidak dulu semasa kecil masih ada wibawa Pemerintah.
Bukan seperti sekarang. Bandung seolah tanpa Pemerintahan. Padahal, Bandung Ibukota Provinsi jawa Barat. Kemana saja wahai pak Walikota, pak Gubernur?
Warga butuh ketegasan, jangan sampai Bandung tidak lagi penuh kembang...