Friday, December 28, 2007

Hore...dapet tiga...!!! *

Maksudnya, akhirnya kami dapet tiga anak maman (manis dan manja, bukan Maman Tadarusman). Pas putri bungsu kami, Rayya Aisha lahir Senin 24 Desember 2007 pukul 20.15 wib di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Timur.

Aya, ini panggilannya, menjadi adik yang manis buat kakak laki-lakinya, Haidar Zein atau Aa (8), dan tetehnya, Kea’zia Yasmina Frida (6). Alhamdulillah, keduanya sangat senang menyambut kehadiran adik kecil mereka. Sampai-sampai pas libur kemarin Aa dan Frida tidak begitu tertarik ikut abahnya jalan-jalan sore pake sepeda motor. Mereka lebih memilih terus dekat-dekat si bungsu meski tetep aja belum pada mandi kalo menjelang maghrib.

Tentu, kelahiran Aya mengingatkan diri sendiri, sejatinya umur kami sudah beranjak senja. Jatah hidup di alam fana pun nyata sudah kian berkurang.

Hal lain, khusus buat suami dan ayah anak-anak, ya Abah, jangan pernah berlagak sok masih muda, apalagi sok imut...! Meski imut dalam artian item mutlak agak-agak nyambung seh, Abah kan item ya... wak..kak..kak..kak... (item maniez kaleee...).

Apalagi warna putih di kepala Abah mulai menggeser posisi warna gelap. Sampai-sampai ada kawan yang lancang memanggil kakek...(tuh kan!!! btw, Kakek Abah? Manis juga nih panggilan... lagi: wak..kak...kak..kak...)

Kembali ke laptop, eh, ke Aya, kami berujar, selamat mengawali hari-hari penuh perjuangan putriku. Meski kehadiranmu ditandai dunia yang terus didera keprihatinan akibat perubahan iklim serba ekstrem, serba tidak menentu (ini asli ikut-ikutan orang di koran, ribut soal global warming ya mi..). Bencana di sana-sini. Separo pulau Jawa nyaris tenggelam (lho mi, ini kan bunyi spanduk ACT ya...). Lha, Kota Solo saja, tempat kelahiran emakmu ini, kebanjiran. Hal yang tidak pernah terjadi selama 36 usia Ummi Nur.

Putriku, kamu juga terlahir ketika harga-harga terus membubung. Gula naik, minyak goreng mahal, orang antre beli minyak tanah mirip yang Ummi lihat di foto lama tahun 60-an pas resesi. Meski tetangga sebelah suka menghibur kita dengan kata-kata “biarin harga-harga tinggi, yang penting bisa beli...Buat apa harga-harga murah tapi ga bisa beli..;” Sebuah guyonan yang sangat sarkastis. Lelucon yang mengiris rasa kemanusiaan kita yang paling primitif sekalipun...

Namun anakku, biarkan saja mereka melontarkan guyonan begitu. Lagi pula itu kan guyon menertawakan diri sendiri. Kata teh Frida juga; cuma bercanda kok mi... Apalagi, kata orang, menertawakan diri sendiri jauh lebih lucu dan lebih menyenangkan hati ketimbang menertawakan orang lain.

Tapi satu hal putriku, jangan pernah sedikit pun merasa kuatir. Allah yang Maha Segalanya tidak akan pernah berhenti untuk selalu melimpahkan kasih dan sayangnya kepadamu dan kepada kita semua nak...

Karenanya, wajar jika Ummi kelak akan 'cerewet' mengajakmu terus berusaha untuk selalu membuat Allah tersenyum.

Selamat datang di dunia ya Qurra' ta a'yun...Rayya Aisha...

*)dikutip dari curhatnya ummi nur...

Monday, December 03, 2007

Duh, panasnya bukan dimain...

Begitu kira-kira lontaran yang kerap kita dengar akhir-akhir ini. Selain macet, banjir, apa-apa mahal, orang banyak bicara soal udara yang kian panas meski hari masih pagi.

Ya, memang benar belakangan suhu udara sangat berbeda dengan keadaan dua tiga tahun terakhir. Kalau dulu pagi hari jam 10-an sinar matahari masih kita anggap sebagai vitamin D, terpaan sinar matahari memang terasa hangat.

Yang punya bayi pun menjalani "tradisi" menjemur si mungil karena selain hangat juga berharap dilimpahi vitamin D. Namun sekarang baru jam 7.30 saja kulit rasanya sudah tersengat kepanasan. Jangankan bayi, orang dewasa saja tidak akan tahan berlama-lama berjemur.

Tentu perubahan iklim ini bukan tidak ada penjelasannya. Kalau kita rajin menyimak isi media massa, orang sekarang memang sedang ramai membahas isu pemanasan global atawa "global warming".

Konon kata para ahli, karena penggunaan materi kimia yang berlebihan, dengan konsumsi bahan bakar fosil yang mencapai taraf akut, membuat permukaan atmosfir bumi terkoyak di sana-sini. Akibatnya ya itu tadi, bumi dan seisinya berkelojotan mandi keringat akibat panas langsung sinar matahari.

Negara-negara maju macam Amerika Serikat terhitung paling banyak menyumbang karbondioksida akibat konsumsi energi yang sangat tinggi. Parahnya lagi, justru mereka emoh meratifikasi protokol Kyoto (protokol yang berisi komitmen mengurangi efek rumah kaca demi meredam global warmig).

Bagaimana dengan negara terbelakang macam Indonesia?

Sami mawon. Selain penggunaan BBM untuk hal tidak produktif macam kemacetan di Jakarta setiap hari, Indonesia juga getol memproduksi karbondioksida dengan cara membakar hutan di Kalimantan dan Sumatera. Terus bagaimana dong solusinya?

Katanya sih sederhana. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari sekarang "global warming" mesti diperlambat kalau tidak bisa dihentikan. Caranya ya dengan aktif mengurangi penggunaan materi yang proses produksinya memerlukan pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi).

Kalau minum dan makan di restoran, misalnya, hindari yang menggunakan cangkir atau piring plastik sekali pakai. Sebab benda-benda itu dibuat dalam jumlah banyak pasti menyedot energi fosil yang banyak pula. Belum kalau mau didaur ulang nantinya juga akan memerlukan energi lagi. Akibatnya stok oksigen di udara tergerus, lapisan ozon pun menipis bahkan berlubang. Kalau sudah begini, jangan marah jika sinar matahari terasa jauh lebih menyengat. Makanya jangan diketawain kalau sekarang ada yang mengimbau minum kopi di Starbuck atau makan ayam goreng di Mc Donald sebaiknya membawa cangkir atau piring sendiri dari rumah.

Katanya nih, daripada berharap orang atau negara lain mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, mending mulai dari diri sendiri. Mari Selamatkan bumi kita dengan mengurangi efek pemanasan global. Jangan sampai "global warming" menjadi "global burning".

How come? Ya silakan dipikir sendiri...