Friday, August 19, 2005

Involusi Kultural

Ini istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Betapa tidak, tatkala semua bidang di negeri ini mengalami keterpurukan, mereka yang diserahi wewenang untuk membawa bangsa keluar dari kubangan krisis multidimensi justru masih berasyik masyuk dengan syahwat kekuasaan paling primitif, sibuk mempertahankan kedudukan dan menumpuk harta. Tidak peduli rakyat yang menyerahkan mandat kekuasaan kepada mereka lehernya tidak bisa lagi tegak akibat terus menerus didera beragam nista. Pendidikan mahal, harga-harga tinggi, pengangguran, kriminalitas yang semakin mengganas, busung lapar, dan catatan kelam lainnya. Untuk jangka panjang pun anak-cucu di negeri ini akan jauh lebih menderita bukan karena kekayaan alam yang sudah diobral cukong monopolis, melainkan juga karena harus menanggung pembayaran utang luar negeri yang segunung.
Lihat saja lagak gaya pemerintah, mulai dari presiden hingga aparat di kelurahan yang masih bermental priyayi, harus serba dilayani. Simak aparat hukum, baik itu polisi, jaksa, hakim, atau sejawat swasta mereka para pokrol bambu, yang masih hidup dalam paradigma lama menjadikan hukum dan keadilan sebagai barang dagangan di pasar yang sangat kompetitif.
Belum lagi perilaku memalukan orangtua berkelakuan taman kanak-kanak yang berkantor di Senayan. Bukannya menjalankan fungsi kontrol atas perilaku eksekutif, orang-orang partai yang tubuhnya biasa tertutup jas warna gelap lengkap dengan dasi itu malah terus menerus merengek mengaharap pengertian semua pihak agar merestui kenaikan gajinya menjadi lebih dari Rp50juta per bulan dari sebelumnya sekitar Rp28juta per bulan. Pentolannya juga "sami mawon", seperti polisi cepek maksa agar gajinya jadi Rp82juta dari semula Rp40juta per bulan.
Sudah begitu, para wartawan juga dengan entengnya tetap saja menjadikan para punggawa sebagai narasumber berita mereka, yang harus ditelan jelata sebagai sebuah kebenaran. Apa yang muncul di media massa yang sejatinya menjadi cermin dinamika bangsa justru hanya menjadi etalase busa mulut penguasa yang berjanji akan giat memberantas korupsi, akan menyejahterakan rakyat, memberikan pendidikan murah, menyediakan lapangan kerja, dan sederet obralan usang membosankan lainnya.
Namanya juga involusi, keadaan ini hanya bisa diredam dengan lawan katanya, yakni REVOLUSI. Tapi, siapa ya yang akan bersedia menggerakkan dan melaksanakan revolusi, sementara saat ini semua pihak tidak memiliki waktu lagi karena sudah sangat disibukkan dengan kerja keras agar bisa tetap makan, bisa menyekolahkan anak, menghindari busung lapar, menyuap aparat agar bebas dari ruwetnya birokrasi, dll.
So What Gitu Loh...
***
Abah Epoy 19 Agustus 2005