Monday, February 05, 2007

Orang Miskin Bertambah Banyak

Pada setiap momen kenaikan harga BBM, para ahliekonomi makro cenderung meramalkan angka yangindah-indah. Misalnya kenaikan harga BBM akan mengurangi jumlah kemiskinan, akan meningkatkanlowongan kerja, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,dan sebagainya.Namun mereka melupakan proses pemiskinan massal yangterjadi akibat naiknya biaya hidup hingga mencapai67%.Para ekonom (terutama kaum neoliberalis) hanyamemperkirakan harga barang akan naik antara 0,3-0,5%untuk setiap kenaikan BBM sebesar 10%. Jadi kenaikanBBM sekitar 125% akan menaikan harga barang 12,5%saja.Padahal realitanya kenaikan harga minyak tanah dari Rp900/liter jadi Rp 3.000/liter (di pasar) naik 233%.Pertamina angkat tangan soal ini.Telur dari Rp 7.500/kg jadi Rp 11.000/kg naik sebesar47%. Bis kota naik dari Rp 1.200 menjadi Rp 2.000,naik sebesar 67%.Harap diingat, transportasi dan makanan adalahkomponen terbesar dari biaya hidup. Sebagai contoh,jika satu keluarga dengan 2 anak sebelumnyamenghabiskan biaya transportasi Rp 12.000/hari danbiaya makanan Rp 15.000/hari, dalam satu bulan merekamenghabiskan Rp 264.000 untuk transport dan Rp 330.000untuk makan. Begitu terjadi kenaikan harga BBM,pengeluaran mereka bertambah menjadi Rp 428.000 untuktransport dan Rp 425.000 untuk makan. Naik Rp 259.000rupiah hanya dari 2 komponen saja. Belum dari Listrik,PAM, minyak tanah/gas, biaya sekolah, dsb.Oleh karena itu, angka inflasi 12% menurut saya amatdikecilkan karena angka kenaikan untuk 2 komponen sajasekitar 43%. Paling tidak angka inflasi yang real bisamencapai 35%.Sementara gaji orang-orang tersebut sulit bertambahkarena perusahaan juga sudah menanggung beban biayaoperasi yang bertambah. Sekali lagi ini adalah prosespemiskinan massal.Memang pemerintah akan mendapat pertambahan pendapatanpaling tidak sebesar 86% dari kenaikan harga BBMsebesar 125%. Pemerintah mendapat tambahan danasekitar Rp 126 trilyun dari selisih harga (Rp4.500-2.400/liter) di sisi lain rakyat harusmenanggung beban akibat kenaikan harga sebesar sekitarRp 180 trilyun/tahun dengan asumsi tiap 60 jutakeluarga menanggung tambahan biaya Rp 250 ribu/bulanakibat kenaikan harga BBM.Di satu sisi pemerintah naik penerimaanya (sebesar Rp126 trilyun) - ini yang dihitung para ahli ekonomimakro. Di sisi lain rakyat bertambah melarat karenaharus mengeluarkan tambahan dana Rp 180 trilyun - inikelihatannya tidak dihitung oleh para ekonomneoliberal tersebut.Para investor baru, khususnya perusahaan minyakseperti Shell, Chevron, Exxon, mungkin akan masukberinvestasi untuk membangun SPBU sendiri akibat hargaBBM naik di sini. Jumlah investasi mereka niscayadicatat oleh para ekonom tersebut. Ini adalah satu"pertumbuhan ekonomi."Namun angka investasi yang hilang akibat hengkangnyaperusahaan-perusahaan asing atau pun tutupnyapabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan karenakenaikan biaya niscaya akan luput dari perhatianmereka.Di berbagai media massa diberitakan Menaker FahmiIdris memprediksi akan terjadi PHK terhadap 1 jutakaryawan akibat kenaikan harga BBM (padahal sebelumnyadia memprediksi lowongan kerja bertambah). Berarti 1juta karyawan berikut 3 juta anggota keluarganyakehilangan nafkah sebesar Rp 8,4 trilyun.Oleh karena itu, angka kemajuan ekonomi sebesar 6%yang diutarakan ekonom seperti Chatib Basri ituseperti fatamorgana bagi rakyat kecil. Angka itu hanyamanis bagi pemerintah dan perusahaan-perusahaanminyak, tapi pahit bagi mayoritas rakyat Indonesia danperusahaan-perusahaan menengah bawah.Bangkrutnya ribuan perusahaan kecil, misalnya tekstilyang mempekerjakan ratusan ribu buruh meskitergantikan oleh puluan perusahaan besar denganpuluhan ribu buruh dengan omset yang lebih besar meskisecara angka hebat, namun tidak bagi peluang mencarinafkah bagi rakyat Indonesia.Besarnya angka Gross Domestic Product Indonesia takdiiringi dengan pemerataan pendapatan. 200 keluargaIndonesia menguasai 80% uang yang ada di Indonesia.Kita tahu bagaimana sebagian saham keluarga HMSampoerna dibeli sebesar Rp 60 trilyun oleh PhillipMorris.Tahun 2003 GNP per capita di Indonesia diperkirakanmencapai US$ 741/tahun(http://www.studentsoftheworld.info/country_information.php?Pays=IDN).Atau tiap orang dapat Rp 617.600/bulan atau 1 keluargadengan 2 anak dapat Rp 2,47 juta per bulan.Kenyataannya tidak demikian.Karena tidak ada pemerataan seperti di atas (200keluarga menguasai 80% ekonomi di Indonesia),mayoritas rakyat Indonesia hanya berpenghasilansekitar US$ 148/tahun atau Rp 494 ribu/bulan perkeluarga.Detail-detail ekonomi seperti ini seperti berapapersen orang menguasai berapa persen uang ataudistribusi ekonomi inilah yang perlu diperhatikan agarkesejahteraan rakyat secara keseluruhan bisameningkat.Ekonomi Makro tanpa detail seperti itu akan menjadipenderitaan bagi mayoritas rakyat Indonesia

No comments: