Tuesday, November 09, 2010

Meratapi Bandung Kini

Bandung dulu pernah dijuluki Kota Kembang. Selain mengandung makna kiasan kembang sebagai perempuan cantik, Kota kembang disebut-sebut menggambarkan keasrian kota ini dalam hal tata kota yang rapi dengan kembang di sana sini.
Ada pula yang menyebutnya dengan Parijs an java. Bukan karena di kota ini berdiri replika menara Eifel, melainkan karena penampilannya yang angat dan asri mirip Kota Paris di Prancis sana.
Itu dulu. Bandung kini jauh dari kesan asri. Selain jalanan sempit yang dijejali deretan toko pakaian dan makanan, kemacetan telah menjadi ciri khas lain kota Bandung. Pejalan kaki, mobil pribadi, angkot dan taksi, serta pedagang kakilima setiap hari saling berebut sepenggal tempat di jalanan.
Di akhir pekan ribuan mobil tumpah ruah memadati jalanan yang sudah sumpek. Tidak semua pengendara mobil pribadi di akhir pekan itu beradab. Sebagian di antaranya suka saling serobot. Ada pula yang leluasa membuang sampah di jalanan...
Di saat hujan mengguyur Bandung benar-benar menjadi Lautan Air. Ini tampak di hampir seluruh pelosok Bandung. Di Pusat maupun area pinggiran sama saja.
Memang, bukan perkara mudah mengelola Kota sebesar Bandung. Namun sudah pada tempatnya jika warga Bandung menuntut keseriusan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam membenahi Kota tempat Konferensi Negara-negara se-Asia dan Afrika berlangsung ini.

Back to Bandung euy!
Perjalanan nasib membawa saya kembali mendekati Bandung. Sebagai warga yang terlahir di kawasan kumuh jalan Pasundan Bandung 41 tahun lalu, cukup lama saya meninggalkan Kota penuh kenangan ini. Selepas lulus SMPN 14 Bandung dulu saya "disumputkeun" ka Garut. Dari Garut sekolah berlanjut ke Solo, jawa Tengah. Sehabis itu mengadu nasib ke Bali, dan berlanjut mencari sesuap nasi di Ibukota.
Sumpek dengan kehidupan kota Batavia, perjalanan nasib membawa bekera di pinggiran dekat Bandung, tepatnya di Rancaekek. Sebuah kawasan antara Bandung-Garut yang bisa memberikan gambaran seutuhnya tentang Bandung kini: jalanan macet karena kakilima, banjir, angkot ngetem, kendaraan melawan arus, lengkap dengan para petugas polisi yang tampak sigap kalau menggelar operasi lalu lintas Namun acuh beibeh pada kesehariannya...
Tidak bijak rasanya berharap Bandung era 80-an. Ketika jalanan masih asri meski mulai dikepung para pedagang kakilima. Namun waktu itu kendaraan di jalanan belumlag sepadat sekarang. Paling tidak dulu semasa kecil masih ada wibawa Pemerintah.
Bukan seperti sekarang. Bandung seolah tanpa Pemerintahan. Padahal, Bandung Ibukota Provinsi jawa Barat. Kemana saja wahai pak Walikota, pak Gubernur?
Warga butuh ketegasan, jangan sampai Bandung tidak lagi penuh kembang...

No comments: